I love Indonesia


Suka K-Pop Bukan Berarti Tidak Nasionalisme
            Globalisasi telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap negara Indonesia. Tidak hanya dalam bidang teknologi, globalisasi juga sangat berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia. Salah satu contoh pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Indonesia adalah musik K-Pop. Sekarang, kita sudah tidak asing lagi mendengar kata K-Pop.  Banyak remaja terutama remaja perempuan yang tergila-gila akan aliran musik yang berasal dari Korea ini. Akan tetapi, remaja-remaja yang tidak menyukai K-Pop  pun tidak kalah banyak jumlahnya. Mayoritas remaja yang tidak menyukai K-Pop adalah remaja laki-laki. Permasalahannya adalah apakah kita termasuk tidak nasionalisme jika kita menyukai dan mencintai aliran K-Pop ini?
            Dimana ada akibat, pasti ada sebab. Apa penyebab banyaknya remaja perempuan menyukai K-Pop? Menurut saya sebagai seorang K-Pop Lovers, penyebab utama dari hal tersebut adalah ketampanan/kecantikan dan kemampuan menari sambil bernyanyi para artis K-Pop. Sebagai suku Mongoloid, mereka memiliki kulit putih dan mata sipit yang menjadi daya tarik mereka sebagai public figure. Selain itu, tidak semua orang bisa bernyanyi sambil menari dengan suara yang tetap stabil seperti yang dilakukan artis - artis K-Pop. Itulah hal yang membuat kagum para remaja dari musik K-Pop. Aransemen lagu yang unik pun membuat musik K-Pop memiliki ciri khas tersendiri.
            Dimana ada likers, pasti ada haters. Para haters K-Pop alias orang yang tidak menyukai K-Pop ini, ada yang beranggapan bahwa orang-orang yang menyukai K-Pop itu tidak nasionalisme. Kok bisa? Hal ini terjadi pada diri saya sendiri dimana saya dianggap tidak nasionalisme oleh salah seorang teman karena saya menyukai K-Pop. Mereka beralasan bahwa orang yang menyukai K-Pop suka “lebay”, mereka menjadi lebih sering mendengar musik Korea dari pada musik Indonesia dan mereka menjadi lebih mencintai budaya Korea dibanding budaya Indonesia. Saya berpikir “Bagaimana mereka bisa menyimpulkan argumen seperti itu?”
            Jika alasan mereka seperti itu, maka semua orang yang menyukai musik selain musik Indonesia termasuk tidak nasionalisme. Jika kita menyukai Maroon 5, Bruno Mars, AKB 48 (girlband Jepang yang di cover oleh JKT 48 di Indonesia), Michael Jackson, dan sebagainya maka kita termasuk tidak nasionalisme karena kita akan lebih sering mendengarkan musik mereka dibanding musik Indonesia, kita akan lebih update tentang musik mereka dibandingkan dengan musik Indonesia. Benarkan? Tetapi mengapa mereka hanya menganggap penyuka K-Pop saja yang tidak nasionalisme, sedangkan mereka sendiri menyukai artis-artis barat? It’s not fair, gak adil. Mereka mengatakan para penyuka K-Pop itu “lebay”, karena suka joged-joged sendiri dan berteriak kencang ketika melihat idolanya, baik itu di TV atau internet. Itu wajar menurut saya karena penyuka K-Pop kebanyakan perempuan, dan kita tahu perempuan itu suka heboh dan “rempong”. Mengenai hal joged-joged sendiri, menurut saya itu juga wajar karena idola mereka bernyanyi sambil joged. Otomatis para penyuka K-Pop senang joged dan menari meniru idolanya, seperti para haters K-Pop yang menyukai sebuah band lalu mereka membentuk sebuah band imitasi band idola mereka. Gak beda kan?
            Haters K-Pop banyak yang mengatakan bahwa para artis K-Pop pria adalah seorang “maho” alias manusia homo. Darimana mereka tahu kalau para artis K-Pop pria itu homo? Menurut saya perbedaan pandanganlah yang menyebabkan hal ini. Jika menurut remaja pria yang tidak menyukai K-Pop, para artis K-Pop pria yang berkulit putih, bermata sipit dan pandai menari itu terlihat seperti perempuan sehingga mereka diibaratkan banci yang menyukai sesama jenis. Namun, berbeda dengan pandangan remaja perempuan yang beranggapan bahwa para artis K-Pop pria yang seperti itu terlihat keren dan menarik.
            Ada dua faktor menurut saya, yang menyebabkan para haters K-Pop memiliki anggapan bahwa “Orang yang menyukai K-Pop termasuk tidak nasionalisme”, yang pertama adalah perbedaan budaya. Bangsa Korea sebagai suku Mongoloid dan bangsa Indonesia sebagai suku Melayu jelas memiliki perbedaan fisik dan budaya yang sangat jauh. Orang Indonesia dengan kulitnya yang sawo matang, mata besar, sifatnya yang ramah, sederhana dan budaya tradisional yang kental, sangat berbeda dengan orang Korea yang berkulit putih mata sipit dan hidupnya yang cenderung liberal alias bebas. Di Indonesia, laki-laki memakai baju pink, memakai kutek atau aksesoris, pandai menari, mengecat rambut, akan terlihat aneh. Namun bagi orang Korea, itu adalah hal yang lumrah.
            Faktor kedua yaitu faktor iri hati. Haters K-Pop remaja pria, iri kepada artis K-Pop karena mereka diidolakan oleh banyak remaja perempuan. Sehingga, mereka mengeluarkan statement “Orang yang menyukai K-Pop termasuk tidak nasionalisme” agar para remaja perempuan berhenti mengidolakan para artis K-Pop.

            Kita bisa menarik kesimpulan, bahwa orang yang menyukai K-Pop itu bukan berarti tidak nasionalisme. Mereka sama saja dengan orang lain yang menyukai musik-musik barat, namun bedanya mereka menyukai musik korea. Saran saya, hendaknya kita saling toleransi satu sama lain. Maklumilah para penyuka K-Pop yang kadang suka heboh, karena kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Menyukai K-Pop merupakan salah satu efek globalisasi dan kita tidak mungkin menolak globalisasi karena itu proses yang alamiah. Selama kita masih cinta Indonesia, belajar dengan rajin, mentaati aturan dan menghargai budaya sendiri, kita tetap nasionalisme walaupun menyukai K-Pop. Bahkan menurut saya, orang yang tidak nasionalisme adalah orang yang tidak saling menghargai, tidak belajar dengan rajin demi kemajuan bangsa dan tidak mentaati aturan walau pun dia menyukai musik Indonesia. 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 Manfaat buat semua. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy